IFSC

IFSC

Senin, 21 November 2016

7 Magnificents of Persebaya


Persebaya-7 Magnificents 0f Persebaya
Knitted Scarves
Made in Germany

Scarvespedia:
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama Sorabaiasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun 1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. SIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1938 meski kalah dari VIJ Jakarta.

Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Persebaya adalah salah satu raksasa perserikatan selain PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988, dan tujuh kali menduduki peringkat kedua pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973, 1977, 1987, dan 1990.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2005 Green Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim selanjutnya.

7 Legenda Persebaya
Mudayat
Mudayat adalah eks pemain Persebaya era 60-an. Berposisi sebagai gelandang bertahan, Mudayat adalah seangkatan Jacob Sihasale, Bob Hippy dan Mardi Santoso.
Seperti dilansir media sosial Persebaya, sebagai pelatih, pria kelahiran, Kedung Sroko 15 Desember 1940 silam ini, pernah mengantar tim Persebaya junior, atau yang lebih dikenal sebagai Persebaya Sawunggaling, juara Piala Suratin 1976. Dua tahun setelahnya, ia mengantar Persebaya juara Liga.
Mudayat juga pernah berbaju Tim (Timnas) Indonesia era 60an. Mudayat tercatat sebagai anggota Timnas untuk Asian Games 1966.

Rusdy Bahalwan
Rusdy Bahalwan (lahir di Surabaya, 7 Juni 1947 – meninggal di Surabaya, 7 Agustus 2011 pada umur 64 tahun)[1][2] adalah mantan pemain dan pelatih sepak bola Indonesia.
Rusdy mengawali karier sepak bolanya dari klub Assyabaab pada 1963[3] dan berposisi sebagai bek kanan. Pada 1970-1979 ia memperkuat Persebaya Surabaya dan merebut juara kompetisi Perserikatan pada 1976.
Pada 1972 Rusdy dipanggil masuk tim nasional PSSI B. Setahun kemudian ia dipanggil tim Indonesia bersama empat pemain Persebaya lainnya yaitu Abdul Kadir, Waskito, Jacob Sihasale dan Budi Santoso. Mereka digembleng pelatih Djamiat Dalhar untuk persiapan terjun ke turnamen Merdeka Cup di Kuala Lumpur, Malaysia dan Anniversary Cup.
Setelah gantung sepatu, Rusdy ditunjuk menjadi pelatih Persebaya dan membawa klub itu juara Liga Indonesia III pada 1997. Pemain binaan Rusdy saat itu antara lain Jacksen F. Tiago, Carlos de Mello dan Eri Irianto. Sempat membesut tim nasional Piala Tiger 1998, Rusdi terakhir kali tercatat sebagai pelatih Persewangi Banyuwangi pada 2000.

Mustaqim
Mustaqim. Striker haus gol kelahiran Surabaya 6 September 1964 ini pernah menjadi idola warga Surabaya karena performa apiknya selama memperkuat tim berjulukan Bajul Ijo di periode 1985-1988.
Duetnya bersama Syamsul Arifin kala itu sangat ditakuti lawan. Jika keduanya ada di kotak penalti, kans sekecil apapun bisa dikonversi menjadi gol. Mustaqim tidak hanya tajam saat mengeksekusi peluang, tetapi juga aksi individunya kerap membuat pemain belakang kerepotan menjaganya.
Mustaqim punya andil besar atas sederet prestasi yang dicapai Persebaya. Salah satu gelar juara paling fenomenal adalah Perserikatan 1987-1988. Selain itu ada juga trofi Piala Tugu Muda, Piala Persija, dan Piala Hamengkubuwono.
Seusai mengantarkan Persebaya juara Perserikatan pada musim itu, Mustaqim hijrah ke Petrokimia Gresik pada musim 1989-1990. Tetapi, hanya bertahan satu musim, Mustaqim pulang kampung dengan memperkuat Assyabaab mulai 1990-1991.
Di tim itu Mustaqim menahbiskan dirinya sebagai pencetak gol terbanyak Divisi I. Tak puas hanya meraih gelar individu, Mustaqim hengkang ke Mitra Surabaya yang diperkuatnya selama empat tahun hingga 1994.

Muharom Rusdiana
Muharom Rusdiana Salah satu anggota generasi Juara 1988 ini lahir pada 14 Juni 1961. Saat ini beliau bekerja sebagai karyawan di PDAM Surabaya. Seorang legenda yang bermain di tiga final berbeda, di musim kompetisi 1986/1987, 1987/1988, dan 1989/1990. Dengan raihan 1 juara (1987/1988) dan 2 runner up (1986/1987 dan 1989/1990).

Eri Irianto
Eri Irianto (lahir di Sidoarjo, 12 Januari 1974 – meninggal di Surabaya, 3 April 2000 pada umur 26 tahun)[1] adalah seorang pesepak bola Indonesia. Eri mengawali kariernya di Petrokimia Putra pada musim 1994-1995. Sempat bergabung dengan klub Malaysia Kuala Lumpur FA, Eri kemudian memperkuat Persebaya Surabaya yang sempat dibawanya menjadi runner-up Liga Indonesia 1998/1999. Eri tercatat sepuluh kali tampil pada posisi gelandang bersama Tim nasional Indonesia dengan perolehan tiga gol.[2][3]
Pada pertandingan Persebaya Surabaya melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 Nopember tanggal 3 April 2000, Eri Irianto bertabrakan dengan pemain PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga. Dia pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Namun, malamnya ia akhirnya dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Dokter Soetomo karena serangan jantung.[1][4]
Untuk menghormati jasa-jasa Eri untuk Persebaya, mess Persebaya kemudian dinamai "Wisma Eri Irianto". Nomor 19 yang pernah dipakai dirinya dipensiunkan setelah kematiannya dan kostumnya disimpan di dalam sebuah lemari kaca di mess Persebaya.[3][5]

Jacksen F.Tiago
Jacksen Ferreira Tiago (dikenal juga dengan Jeksen F Tiago, Jaksen F Tiago) (lahir di Rio de Janeiro, Brasil, 28 Mei 1968; umur 48 tahun) adalah seorang mantan pemain sepak bola dari Brasil yang pernah bermain di serta melatih Persebaya Surabaya. Dia adalah salah seorang striker asing yang paling terkenal dan mempunyai karier sebagai pemain dan pelatih yang sukses di Indonesia. Sebagai penduduk yang lama tinggal di Indonesia, ia fasih berbahasa Indonesia dan Jawa.
Dia adalah pemain terbaik dalam Liga Indonesia pada musim 1996/1997 saat dia membawa Persebaya menjadi juara.
Dua musim di Persebaya, dia lalu pindah ke Singapura untuk membela Geylang United, namun hanya bertahan semusim sebelum kembali ke Persebaya. Pada tahun 2001, dia kembali bermain di Petrokimia dan pada akhir musim tersebut pensiun sebagai pemain. Setelah pensiun, dia berganti menjadi pelatih.
Tiago membawa Persebaya, yang terdegradasi semusim sebelumnya, promosi ke Divisi Utama pada tahun 2003 dan juara pada musim 2004.

Mat Halil
Mat Halil tercatat sebagai salah seorang skuad inti di barisan pertahanan kesebelasan Persebaya Surabaya. Halil juga termasuk dari sedikit pemain yang sangat setia untuk tidak berpindah-pindah klub. Pasalnya, pesepakbola kelahiran 1979 ini telah membela klub Bajul ijo tersebut sejak musim 1999.
Pemain yang juga lahir di ibukota propinsi Jawa Timur tersebut telah dipercaya untuk mengawal pertahanan tim Persebaya dengan posisinya sebagai bek sayap. Namun, menjadi seorang pemain bertahan tidak berarti Mat Halil tidak mampu menyarangkan gol ke gawang tim lawan. Tidak jarang barisan pertahanan lawan justru kerepotan membendung laju sayap Persebaya ini ketika Halil muncul sebagai penyerang lapis dua atau tiga.
Memulai debut karir sepakbolanya dengan bergabung bersama tim PSSI Surabaya dan Persebaya Junior, lebih dari 14 tahun sudah Mat Halil memakai seragam hijau kebanggaan tim kota Surabaya tersebut. Tentu saja hal ini tidak berarti sayap pertahanan Persebaya ini 'tidak laku' dilirik tim besar lain. Mat Halil tercatat berulang kali menolak tawaran yang datang dari berbagai tim yang turut meramaikan kancah persepakbolaan Indonesia. Dan kesetiaan Halil membela klub Bajul Ijo tersebut bukan tanpa alasan karena bermain bersama klub sepakbola kampung halamannya sudah menjadi impian sejak kecil, bahkan mungkin satu-satunya impian Mat Halil sebagai pesepakbola profesional.
Dan lebih dari satu dasawarsa membela Persebaya, Mat Halil sudah merasakan suka dan duka bersama tim kesayangannya ini: naik podium ketika Persebaya menjuarai Liga Indonesia pada 2004, pahit getir ketika timnya harus terjungkal ke zona degradasi pada musim kompetisi 2002 dan 2006.
Sempat dipatok dalam posisi penyerang oleh pelatih Rusdi Bahalwan pada 2002, hingga profil diunggah Mat Halil tercatat sebagai salah seorang pemilik klub anggota internal Persebaya El Faza dan membina ratusan calon pesepak bola muda berpotensi.
sumber: wikipedia.com dan sumber lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar